Moslemtoday.com : Pemimpin senior Hamas Ismail Haniyeh dilaporkan tewas dalam serangan di Iran. Kabar ini muncul menyusul pernyataan yang dibuat Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).
Melihat ke belakang, Haniyeh menjadi salah satu sosok penting di kelompok Hamas. Tak tanggung-tanggung, posisinya adalah Ketua Biro Politik Hamas.
Berkaca pada statusnya, Haniyeh sebenarnya sering masuk dalam daftar rencana pembunuhan oleh intelijen dan militer Israel. Lebih jauh, berikut ini riwayat politik Ismail Haniyeh yang bisa diketahui.
Riwayat Politik Ismail Haniyeh
Lahir pada 29 Januari 1962, Ismail Haniyeh tumbuh di kamp pengungsi Shati, Jalur Gaza. Sebagaimana anak-anak lain, dia menghabiskan pendidikan dasarnya di sekolah yang dijalankan PBB.
Beranjak dewasa, Haniyeh masuk Universitas Islam Gaza. Selama kuliah, dia terkenal cukup aktif dalam berbagai kegiatan, termasuk bergabung dengan asosiasi mahasiswa Islam yang terafiliasi Ikhwanul Muslimin.
Selama intifada pertama, Haniyeh bergabung dengan Hamas dan menjadi salah satu anggota termuda. Atas aksinya, dia bahkan sempat ditangkap otoritas Israel pada 1988 dan akhirnya diasingkan ke Lebanon.
Saat kembali ke Palestina, Haniyeh mendapat sambutan hangat dari Hamas. Dia bahkan disebut juga sempat ditunjuk menjadi dekan di Universitas Islam.
Peran strategis Haniyeh di Hamas dimulai pada 1997. Waktu itu, dia menjadi sekretaris pribadi pemimpin spiritual Hamas, Ahmed Yassin. Maka dari itu, tak jarang dirinya turut menjadi target percobaan pembunuhan oleh Israel.
Setelah kematian pemimpin Hamas sebelumnya, Haniyeh ditunjuk menjadi bagian kepemimpinan kolektif rahasia. Sebagai hasilnya, dia sukses membawa Hamas memenangkan pemilihan legislatif tahun 2006.
Alhasil, Haniyeh pun berhak untuk menjadi Perdana Menteri Otoritas Palestina (PA). Namun, hal ini mendapat tanggapan negatif dari pihak luar, khususnya negara-negara Barat yang langsung menghentikan bantuan kemanusiaan untuk Palestina.
Pada Juni 2007, Presiden Mahmoud Abbas dari Partai Fatah memecat Haniyeh dan membubarkan pemerintahannya. Hal ini membuat Hamas akhirnya mendirikan pemerintahan otonomi tersendiri di Jalur Gaza.
Setelahnya, terjadi upaya rekonsiliasi antara Hamas di Jalur Gaza dan Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Fatah di Tepi Barat. Pada 2014, terjadi kesepakatan yang membuat pemerintah faksional Hamas di Gaza mengundurkan diri.
Hal tersebut juga membuat Haniyeh melepaskan jabatannya sebagai perdana menteri. Namun, dia tetap dikenal sebagai pemimpin lokal Hamas di Gaza.
Pada 2017, Haniyeh terpilih sebagai kepala biro politik Hamas. Dia menggantikan Khaled Meshaal.
Seiring naiknya status jabatannya di Hamas, keselamatan Haniyeh juga semakin terancam. Akhirnya, sekitar Desember 2019, dia meninggalkan Jalur Gaza dan mulai menetap di negara tetangga.
Setelah itu, Haniyeh tetap mengendalikan jalannya operasi Hamas dari jarak jauh. Selama Perang Israel-Hamas terbaru, dia juga memimpin delegasi Hamas dalam negosiasi yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir.
Berulang kali selamat dari aksi percobaan pembunuhan, Ismail Haniyeh dilaporkan tewas di Iran baru-baru ini.
Kabar ini tentunya cukup mengejutkan mengingat sebelumnya Haniyeh terbilang sebagai sosok gesit yang sulit dilacak. ***
Indonesian Islamic News Agency (IINA)