Moslemtoday.com : Ramallah – Pemerintah Otoritas Palestina (PA) mengejutkan banyak pihak dengan langkah terbarunya, yaitu melarang Al Jazeera, salah satu media internasional yang konsisten melaporkan pendudukan Israel atas wilayah Palestina serta operasi genosida dan pembersihan etnis di Gaza. Keputusan ini mengundang kecaman luas, terutama karena Al Jazeera dianggap sebagai suara penting yang mengangkat penderitaan rakyat Palestina di mata dunia.
Langkah kontroversial ini memunculkan pertanyaan mendalam tentang motivasi PA, yang secara resmi mengklaim dirinya sebagai perwakilan sah rakyat Palestina. Dalam kenyataannya, PA telah lama menghadapi tuduhan sebagai kolaborator utama pendudukan Israel, dengan memprioritaskan keamanan Israel di atas kepentingan rakyat Palestina.
Sejarah Kemitraan PA dan Israel
PA dibentuk melalui proses perdamaian Oslo pada tahun 1990-an, yang oleh banyak ahli dinilai sebagai upaya mempertahankan status quo pendudukan. Kesepakatan tersebut memberi Israel dan Amerika Serikat keuntungan politik, sementara PA memperoleh dukungan ekonomi dan politik yang diperlukan untuk mempertahankan kontrolnya di wilayah Palestina.
Di bawah dalih "koordinasi keamanan", PA telah berperan sebagai pelaksana berbagai tindakan represif terhadap rakyat Palestina, termasuk membungkam jurnalisme dan menekan protes damai. Presiden PA Mahmoud Abbas bahkan pernah menyebut koordinasi keamanan ini sebagai "suci" pada tahun 2014, menegaskan kedalaman hubungan dengan Israel.
Larangan Al Jazeera dan Bukti Koordinasi
Keputusan PA untuk melarang Al Jazeera terjadi hanya beberapa bulan setelah Israel melarang jaringan berita ini dan menutup kantornya di Ramallah. Kesamaan tindakan ini semakin memperkuat persepsi bahwa PA bertindak sesuai arahan Israel.
Selain itu, tindakan represif PA terhadap kelompok-kelompok perlawanan di Jenin menyerupai operasi militer Israel. Sejak Desember 2024, PA telah melakukan serangkaian penggerebekan yang mengakibatkan kematian delapan warga Palestina, termasuk jurnalis perempuan dan warga sipil tak bersenjata. Tindakan ini mengingatkan pada operasi militer Israel di wilayah yang sama pada Agustus 2024, yang menewaskan ratusan warga Palestina dan menghancurkan infrastruktur penting.
Video-video yang menunjukkan kekerasan aparat PA terhadap pengkritiknya semakin memperburuk citra PA di mata publik Palestina. Sebagian besar warga Palestina kini melihat PA bukan sebagai pembela hak-hak mereka, melainkan sebagai pelayan kepentingan Israel.
Persaingan dengan Hamas dan Masa Depan Gaza
Larangan terhadap Al Jazeera juga dipandang sebagai upaya PA untuk memperkuat posisinya di Gaza pascaperang, dengan cara mendiskreditkan Hamas, yang saat ini memerintah wilayah tersebut. Hubungan PA dan Hamas yang sempat mencair melalui perjanjian pemerintahan bersama di Beijing pada Juni 2024 kini berada di ujung tanduk. Hamas dengan tegas mengutuk larangan terhadap Al Jazeera serta tindakan represif PA di Jenin, yang dianggap sebagai serangan terhadap kelompok Islamis, termasuk Hamas.
PA tampaknya melihat Hamas dalam posisi yang lemah dan berusaha untuk mengambil alih kendali Gaza tanpa melibatkan kelompok tersebut, meskipun upaya serupa di masa lalu, seperti pada 2006, berujung pada perang saudara dan pemisahan wilayah Palestina.
PA Sebagai Penghalang Pembebasan Palestina
Bagi banyak warga Palestina, langkah PA melarang Al Jazeera dan menindak keras kelompok perlawanan semakin mengukuhkan peran PA sebagai hambatan terhadap pembebasan Palestina. Meskipun Israel terus memperluas agresinya, termasuk di Tepi Barat, perlawanan Palestina tetap bertahan dan berpotensi semakin intensif.
Dalam konteks ini, PA bukan hanya menghadapi tantangan untuk mempertahankan kendalinya di Tepi Barat, tetapi juga kemungkinan besar akan menjadi target perlawanan rakyatnya sendiri. Ke depan, memerintah Gaza atau bahkan wilayah yang saat ini dikendalikannya mungkin menjadi tugas yang semakin sulit bagi PA.
Sumber : Middle East Eye | Weblink : https://www.middleeasteye.net/opinion/palestinian-authority-ban-al-jazeera-mirror-israel-tactics