Jakarta, 8 Februari 2025 – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah mencapai 100 hari kerja pada 28 Januari 2025. Sejumlah lembaga survei merilis hasil evaluasi kinerja kabinet, yang menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran cukup tinggi.
Survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia mencatat angka kepuasan publik sebesar 79,3%, sementara survei Litbang Kompas menunjukkan angka yang sedikit lebih tinggi, yakni 80,9%. Meski secara umum apresiasi terhadap pemerintahan Prabowo cukup tinggi, beberapa menteri dinilai memiliki kinerja yang kurang memuaskan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga, berikut adalah empat menteri yang mendapat penilaian buruk dalam 100 hari pertama pemerintahan Kabinet Merah Putih:
1. Natalius Pigai (Menteri Hak Asasi Manusia)
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menjadi salah satu menteri dengan penilaian terburuk berdasarkan survei Celios yang dirilis pada 21 Januari 2025. Pigai mendapatkan nilai -113 poin, yang menunjukkan rendahnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerjanya.
Natalius Pigai dikritik karena dianggap tidak menunjukkan kinerja yang konkret dalam menjalankan tugasnya sebagai Menteri HAM. Salah satu pernyataan yang ia banggakan selama 100 hari pertamanya adalah bahwa "belum ada pejabat negara yang memenjarakan rakyat", yang justru dianggap tidak merepresentasikan kinerja nyata di bidang HAM.
Selain itu, ia juga mendapat sorotan dari Komisi XIII DPR. Anggota Fraksi PDIP, Siti Aisyah, menilai Pigai tidak aktif dalam menangani berbagai kasus pelanggaran HAM, termasuk dugaan pelanggaran HAM dalam proyek strategis nasional di Pulau Rempang, Batam, serta kasus pagar laut di Tangerang, Banten.
2. Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi)
Menteri Koperasi (Menkop), Budi Arie Setiadi, juga masuk dalam daftar menteri dengan kinerja buruk berdasarkan survei Celios. Ia memperoleh nilai -61 poin, yang menunjukkan rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinannya.
Budi Arie dianggap tidak memiliki terobosan baru dalam pengelolaan koperasi, sehingga dinilai kurang efektif dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, citranya semakin memburuk akibat kasus pencurian data dan dugaan kerja sama dengan operator judi online yang melibatkan pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika (sekarang Kementerian Komunikasi dan Digital/Komdigi), yang sebelumnya ia pimpin.
Kurangnya inovasi dan langkah konkret dalam menangani berbagai persoalan di sektor koperasi semakin memperkuat anggapan bahwa Budi Arie tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
3. Bahlil Lahadalia (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, juga menjadi sorotan dalam evaluasi kinerja 100 hari kabinet. Ketua Umum Partai Golkar ini mendapatkan nilai -41 poin dalam survei Celios.
Salah satu kebijakan yang membuat Bahlil mendapat kritik tajam adalah penghapusan pengecer LPG 3 kg. Kebijakan ini bertujuan agar subsidi pemerintah lebih tepat sasaran, tetapi justru menimbulkan polemik di masyarakat. Banyak pedagang kecil yang kehilangan sumber penghasilan akibat kebijakan ini, sementara masyarakat harus mengantre lebih lama untuk mendapatkan LPG 3 kg di pangkalan resmi.
Akibat polemik ini, Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan memerintahkan agar pengecer LPG 3 kg kembali diaktifkan. Kritikan juga muncul terkait minimnya sosialisasi kebijakan tersebut, yang dinilai menyebabkan kebingungan di kalangan masyarakat.
4. Satryo Soemantri Brodjonegoro (Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi)
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, mendapatkan penilaian negatif sebesar 78,8% dalam survei Indonesia Social Insight (IDSIGHT). Hanya 6,0% yang menilai positif, sementara 15,2% bersikap netral terhadap kinerjanya.
Salah satu faktor yang menyebabkan citranya memburuk adalah aksi demonstrasi aparatur sipil negara (ASN) di kementeriannya, yang menudingnya sebagai pemimpin yang arogan dan semena-mena dalam memecat bawahan.
Selain itu, para dosen berstatus ASN juga menuntut pencairan tunjangan kinerja (tukin) yang sudah tertahan selama bertahun-tahun, yang hingga kini belum mendapatkan kejelasan dari pemerintah.
Apakah Reshuffle Kabinet Akan Dilakukan?
Meskipun tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran tergolong tinggi, evaluasi terhadap kinerja individu menteri menjadi catatan penting. Publik dan sejumlah pengamat menilai bahwa reshuffle kabinet bisa menjadi opsi bagi Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Presiden Prabowo mengenai kemungkinan pergantian menteri. Namun, jika kinerja para menteri yang mendapat penilaian buruk ini tidak mengalami perbaikan, bukan tidak mungkin reshuffle akan menjadi langkah strategis yang diambil dalam waktu dekat. (DLH/GPT)